KUMPULAN MAKALAH, SKRIPSI, & TIPS DAN TRIK

Download Kumpulan Makalah Gratis, Kumpulan Skripsi Gratis, Kumpulan Proposal Skripsi Gratis, Kumpulan Paper Gratis, Kumpulan Kliping Gratis, Kumpulan Makalah Pendidikan, Kumpulan Makalah Teknik Informatika, Kumpulan Makalah Sosiologi, Kumpulan Makalah Ekonomi, Kumpulan Makalah Ilmu Pengetahuan

Download Kumpulan Makalah Gratis, Kumpulan Skripsi Gratis, Kumpulan Proposal Skripsi Gratis, Kumpulan Paper Gratis, Kumpulan Kliping Gratis, Kumpulan Makalah Pendidikan, Kumpulan Makalah Teknik Informatika, Kumpulan Makalah Sosiologi, Kumpulan Makalah Ekonomi, Kumpulan Makalah Ilmu Pengetahuan

TAFSIR SURAH AL-ISRA’:1

z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uŽó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 šÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# çŽÅÁt7ø9$# ÇÊÈ

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya[1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Peristiwa isra’nya Nabi Muhammad SAW. didalam ayat ini sebagian ulama mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi dengan ruh Nabi SAW. tanpa jasadnya. Menurut mereka, peristiwa itu terjadi dalam tidurnya, bukan saat terjaga, karena mimpi para Nabi adalah wahyu. Sebagian mereka ada juga yang mengatakan bahwa peristiwa isra’ itu terjadi dengan jasad, namun zhahir al-Quran menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi dengan ruh dan jasad Nabi SAW., dalam keadaan terjaga dan bukan dalam mimpi, karena Allah berfirman: بعبده(dengan hamba-Nya). Dalam hal ini hata “hamba” adalah suatu ungkapan tentang berkumpulnya ruh dan jasad. Selain itu juga dikarenakan Allah berfirman: سبحان(Maha Suci), yaitu kalimat tasbih yang digunakan untuk mengungkapkan perkara yang besar dan sangat penting. Seandainya peristiwa itu terjadi dalam mimpi, maka tidak dikatakan perkara yang besar dan menakjubkan. Hal ini didukung pula dalam firman Allah:

$tB sø#y çŽ|Çt7ø9$# $tBur 4ÓxösÛ ÇÊÐÈ

Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.”

Dan juga karena mata termasuk alat jasmani bukan rohani, padahal dalam ayat ini Allah menyebutkan:

لنريه من اياتنا(agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami).dari pendapat ahli sunnah wal jamaah, juga yang telah ditunjukkan oleh nash-nash al-qur’an dan al-hadits; karena bisa jadi nabi telah melihat peristiwa isra’ tersebut dalam mimpi, kemudian ru’yat (mimpi) tersebut datang dari cahaya subuh, lalu beliau diperjalankan secara nyata sebagai pembenaran mimpinya. Sebagaimana ia bermimpi bahwa mereka (kaum muslimin) telah memasuki masjidil haram, lalu mimpi itu datang seperti cahaya subuh, lalau merekapun memasuki masjidil haram pada saat umrah qadha’ di tahun ke-7 secara nyata,sebagai pembenaran mimpi itu; sebagaimana allah berfirman:

ôs)©9 šXy|¹ ª!$# ã&s!qßu $tƒöä9$# Èd,ysø9$$Î/ ( £`è=äzôtGs9 yÉfó¡yJø9$# tP#tysø9$# bÎ) uä!$x© ª!$# šúüÏZÏB#uä tûüÉ)Ïk=ptèC öNä3yrâäâ z`ƒÎŽÅ_Çs)ãBur Ÿw šcqèù$sƒrB ( zNÎ=yèsù $tB öNs9 (#qßJn=÷ès? Ÿ@yèyÚsù `ÏB Èbrߊ šÏ9ºsŒ $[s÷Gsù $·6ƒÌs% ÇËÐÈ

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.”[2]

Hal itu dikuatkan juga oleh hadits shahih dari Aisyah, فكان لا يرى رؤيا إلا جائت مثل فلقي الصبح “bahwa Nabi tidak mimpi, kecuali mimpi itu datang seperti cahaya subuh. Nabi Muhammad diisra’kan, karena Tuhan akan memperlihatkan ayat-ayat-Nya kepadanya, apabila di renungkan ayat ini lebih dalam, dengan penuh iman akan kekuasaan Tuhan, tidak akan ragu lagi bahwa yang di maksud dengan hamba-Nya itu ialah diri Muhammad SAW. Muhammad yang hidup yang terdiri dari tubuh dan nyawa. Oleh sebab itu maka Beliau isra’ dan mi’raj pastilah dengan tubuh dan nyawa. Bukan mimpi dan bukan khayal. Ulama-ulama Islam zaman modern pun turut menyatakan pendapat dalam hal isra’ dan mi’raj ini. ‘Allamah Muhammad Farid Wajdi berpendapat bahwa ada kemungkinan isra’ adalah dengan tubuh, Tetapi mi’raj ke langit adalah dengan roh saja, Dr, Husain haikal menyatakan pendapatnya bahwa isra’ dan mi’raj itu satu pengalaman jiwa, yang satu waktu, bersatu dengan alam semesta; Dia bukan mimpi. Tetapi Sayid Rasyid Ridho tetap pada pendapatnya bahwa isra’ dam mi’raj itu dengan badan dan roh.

Sayid Quthub di dalam tafsirnya “di bawah lindungan al-Quran” menyatakan lagi pendapatnya sebagai suatu kupasan madzhab salaf dengan cara yang modern. Ia berkata: “Yang jelas riwayat mengenai isra’ dan mi’raj itu dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW. meninggalkan pembaringannya di rumah Ummi Hani’ binti ‘Abdul Muthalib dan pergi ke masjid. Tatkala ia sampai ke batu hitam di sisi Baitullah itu, di antara tidur dan bangun dia pun diisra’ dan mi’rajkan. Kemudian dia pun kembali ke pembaringannya sebelum pembaringan itu dingin.”

Dalam pada itu Rasulullah SAW tidak pula mengambil kejadian isra dan miraj ini akan menjadi salah satu alasan baginya untuk membuktikan kebenarannya. Beliau tidak terlalu menggembar-gemborkan mu’jizat meskipun kaum itu selalu mendesak meminta Dia membuat mu’jizat padahal isra dan mi’raj itu adalah salah satu mu’jizat yang luar biasa. Beliau tidaklah menegakkan dawahnya dengan menonjolkan mu’jizat melainkan berpegang pada tabiat dari dawah itu sendiri yang berdasarkan pada akal yang murni dan fitrah insani, yang sesuai dengan pikiran cerdas dan dapat dibanding dan diuji. Maka kalau Rasul setelah pulang dari isra dan mi’raj itu menerangkan perjalanya, bukankah karena perjalanan itu yang dijadikannya dasar dari dawah, melainkan semata-mata menjelaskan apa yang Beliau alami.

Dalam hal yang mengenai mu’jizat pada umumnya dan pada isra dan mi’raj pada khususnya, derajat martabat yang paling tinggi yang ingin kita capai ialah imanya Abu Bakar ketika orang menyatakan kepadanya apakah dia percaya keterangan Muhammad SAW bahwa Beliau tadi malam bersembahyang di masjid al-Aqsha, beliau menjawab dengan jawabannya yang terkenal; “ Jangankan keteranganya bahwa dia telah bersembahyang di masjid al-Aqsha, bahkan keterangannya yang lebih dari itu bahwa Dia baru saja kembali dari langit dan membawa berita langit, saya pun percaya.

Abu bakar tidak membicarakan apakah dengan badannya Dia pergi, apakah rohnya yang mendapat martabat setinggi itu sehingga dicapai kekuatan sinar matahari walaupaun betapa jauh letakanya matahari itu dari bumi, namun kuasa sinar dan sinarnya dirasakan juga oleh benda-benda yang ada di bumi ini. Sebagai perbandingan yang diperbuat oleh Ibnu Qayyim tentang sinar roh Nabi. Abu Bakar tidak membicarakan masalah itu. Beliau percaya kepadanya seratus persen dan percaya walaupun lebih dari itu. Sebab tidak termakan sedikitpun dalam akalnya bahwa muhmmad itu yang dikenalnya sejak mudanya sampai ke masa Dia menyatakan dirinya sebagai Rasul dari Allah belum pernah Abu Bakar mendapati Muhmmad itu berdusta dan abu Bakar pun mengetahui dan amat percaya bahwa jiwa orang seperti ini roh seseorang yang telah dipilih Tuhan menjadi Rasul-Nya, bukanlah sembarang roh. Dia adalah musthafa(orang yang telah dipilih dan disaring dari kalangan makhluknya).

Mengenai bunyi pertama ayat ini: “Maha Suci Dia yang telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari”; ‘abdihi yang berarti hamba-Nya ini telah dijadikan alasan oleh beberapa penafsir untuk membuktikan pula bahwa Nabi isra’ dan mi’raj beserta tubuh dan rohnya. Kalau sekiranya yang isra’ dan mi’raj itu cuma rohnya saja niscaya disebutkan Tuhan “Maha Suci Dia, yang memperjalankan roh hamba-Nya di malam hari”, dan seterusnya.

Kalau kalimat ‘abdihi yang dijadikan penetapan badan dan nyawa akan dibantah pula oleh yang tidak menganut paham itu sebab malaikat-malaikat Allah yang tidak bertubuh disebut Tuhan dalam ayat lain ‘ibadun mukramun yang artinya hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Tetapi Sayyid Qutub dalam tafsirnya ‘abdihi yang terdapat dalam ayat ini menurut beliau kalimat ‘adbihi yang dijelaskan disini ialah guna menjaga akidah Islamiyah. yang jadi pokok pendirian hidup muslim. Yaitu bahwasanya meskipun demikian besar keganjilan yang telah diperlihatkan oleh nabi Muhammad sampai isra dan mi’raj, namun beliau tetap maqamnya yaitu abdihi: hambaNYA. Dia tetap hamba Allah karena dia mencapai martabat setinggi itu tidaklah ia menjadi tuhan atau dituhankan yang mendapat pujian dan kemuliaan tertinggi dengan ucapan subhana di ayat ini bukan nabi yang diisra dan mi’rajkan, melaikan Allah yang meisra dan mi’rajkan.

Kita berpendapat bahwa hal ini tidaklah tempatnya buat dipertengkarkan sampai berpanjang-panjang, yang diributkan orang sejak dahulu bahkan sampai kini, tentang tabiat keadaan yang terjadi dan tegas pada diri Rasulullah SAW. dalam hidupnya. Berapa jauh jarak di antara isra’ dan mi’raj, dengan rohnya kah dia pergi atau dengan tubuhnya, sedang tidurkah atau sedang bangun. Karena jarak di antara isra’ dan mi’raj itu tidaklah terlalu jauh, dan tidak pula berubah tabiat kejadian ini, bahwa dia adalah kasyaf(terbukaan rahasia) dan tajalli bagi Rasulullah SAW.: Tidak ada tempat yang jauh atau alam yang jauh; semua dapat ditempuh dalam masa sekejap. Orang yang mengerti apa yang dikatakan kudrat Tuhan dan tabiat kenabian tidak akan memandang ganjil hal ihwal seperti ini.

Imam Abu Abdillah al-Bukhari diriwayatkan dari Syuraik bin Abdillah, ia bercerita: “Aku pernah mendengar Anas bin Malik berkata pada malam Rasulullah SAW. diperjalankan dari Masjidil Haram, bahwa beliau didatangi oleh tiga orang sebelum Beliau diberi wahyu, yang ketika itu Beliau tengah tidur di Masjidil Haram. Orang yang pertama bertanya: “ Yang manakah ia(Muhammad) di antara mereka itu?”, orang yang kedua menjawab: “Ia adalah yang paling baik di antara mereka.” Sedangkan orang yang terakhir berkata: “Ambillah yang paling baik di antara mereka!”

Pada malam itu Beliau tidak melihat mereka sehingga mereka mendatangi Beliau pada malam yang lain, dimana hatinya melihat padahal matanya tidur, demikian halnya para Nabi lainnya. Ketiga orang itu tidak mengajak Beliau berbicara sehingga mereka membawa Beliau dan meletakkannya di dekat sumur zam-zam. Kemudian Jibril mengambil Beliau dari mereka, lalu Jibril membelah tenggorokannya sampai ke perutnya setelah dada dan perutnya terbelah, jibril menyucikanya dengan air zam-zam dengan tanganya sehingga isi dada dan perutnya benar-benar bersih kemudian dibawakan sebuah wadah dari emas yang di dalamnya terdapat bejana yang juga terbuatr dari emas yang dipenuhi oleh iman dan hikmah. Kemudian jibril mengisi dadanya dengan iman dan hikmah itu demikian juga urat-urat lehernya, dan selanjutnya ditutup kembali. Setelah itu jibril membwanya kelangit dunia lalui ia mengetok salah satu pintunya sehingga ia diseru oleh penghuni langit: “ siapa itu? Muhammad bersamaku kata jibril. Sudahkah ia diangkat menjadi nabi Tanya mereka, jibril menjawab iya benar merekapun berkata kalau begitu selamat datang kepadanya. para penghuni langitpun bergembira dengn kedatangan beliau mereka tidak mengetahui apa yang di kehendaki allah dengannya di bumi sehingga allah membri tahu mereka, hingga akhirnya dia bertemu engan adam dilangit pertama,maka jibrilpun berkata kepadanya: “ini adalah bapakmu adam”,karenanya ucapkanlah salam kepadanya. Maka beliau mengucapkan salam kepada nabi adam dan adampun menjawab salam beliau. Kemudian adam berkata kepadanya: selamat datang, wahai anakku, sungguh engkau anak yang menyenangkan.Ternyata beliau di langit itu menemukan dua sungai, sungai apa ke duanya itu, wahai jibril? Jibril menjawab “itu adalah sungai nil dan sungai furat.kemudian jibril membawa beliau lagi, tiba-tiba beliau melihat sungai yang lain lagi yang di atasnya terdapat istana yang terbuat dari mutiara dan batu permata. Kemudian beliau memukulkan tangannya ternyata keluar minyak kesturi yang sangat wangi, kemudian beliau bertanya: “apa ini, ya jibril?” jibril menjawb;” ini adalah al-kautsar yang di sembunyikan robb-mu untuk dirimu.

Seteah itu jibri membawa beliau naik kelangit tingkat kedua. Maka para malaipun disana pun berkata seperti yang dikatakan oleh para malaikat di langit tingkat pertama. Kemudian jibril membawa beliau naik ke langit tngkat ke tiga maka para malaikat disana juga berkata seperti apa yang dikatakan oleh para malaikat yang berada di tngkat pertama dank e dua. Selanjutnya jibril membawa beliau lagi ke langit tingkat ke empat, dan para malaikat disana pun mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya. Lalu jibril mengajak nabi melangkah ke langit tngkat ke lima para malaikat di sana pun mengatakan hal sama seperti itu. Setelah itu jibril membawa nabi naik ke langit tingkat ke enam, dan para malaikat di tingkat ini juga mengatakan hal yang sama.

Kemudian jibrl membawanya naik ke langit tingkat ke tujuh, dan merekapun mengatakan hal yang serupa. Di setiap langit terdapat para nabi yang beliau tekah menyebutkan namanya dan aku mengingatnya. Selanjutnya jibril membawa nabi ke tingkat yang lebih tinggi yang tidak di ketahui kecuali allah swt semata, hingga akhirnya beliau sampai di sidratul muntaha, lalu mendekati allah, yang maha perkasa robbul izzati, lalu lebih dekat lagi.

Mengapa Allah SWT memilih kata ‘abd/ hamba’ bagi Rasul ? Kita jawab : “Allah menjalankannya karena kehambaannya sempurna kepada Allah. Karena dia adalah hamba, berarti dia telah mengikhlaskan niat dalam beribadah kepada Tuhan, tentunya dia berhak untuk memiliki keistimewaan khusus dari orang lain. Isra’ dan Mi’raj merupakan pemberian Allah yang layak diterima Rasul disebabkan penghambaannya yang maksimal kepada Allah.

Ada perbedaan antara penghambaan kepada Allah dan penghambaan kepada manusia. Penghambaan kepada Allah merupakan kemuliaan, sedangkan penghambaan manusia kepada manusia yang lain mengandung kehinaan dan kerendahan.Telah kita sebutkan sebelumnya bahwa asro’ artinya adalah berjalan pada malam hari. Kata ini cukup menjadi dalil bahwa peristiwa tersebut terjadi pada malam hari. Akan tetapi Allah menambahkan kata “ lail / malam untuk menegaskan bahwa perjalanan itu benar-benar terjadi pada malam hari. Allah SWT menjadikan peristiwa Isra’ ini sebagai ujian bagi keutamaan iman, sehingga tidak ditemukan orang-orang di sekeliling Rasulullah SAW melainkan mereka yang memiliki keimanan yang utuh dan tidak tergoyahkan.

z9 šÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$#

Dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsho. Masjid Al-Haram adalah Ka’bah/ Baitullah yang dimuliakan.

$oYø.t»t/ çms9öqym!

Yang telah Kami berkahi sekelilingnya merupakan dalil atas kelebihan berkah. Akan tetapi dengan apa Allah memberkahi sekelilingnya ? Allah memberkahi sekelilingnya dengan berkah duniawi dan keagamaan. Berkah duniawi dengan suburnya tanah sekitarnya, tanah yang penuh dengan taman dan kebun yang menghasilkan berbagai buah-buahan. Ini merupakan karunia yang dapat dinikmati oleh mukmin maupun kafir.

Sedangkan berkah keagamaan hanya khusus diberikan

z ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4

Agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami, di sini berguna sebagai ta’lil/ alasan. Di sini seakan-akan tujuan Isra’ dari Mekkah ke Baitil Maqdis adalah untuk memperlihatkan bukti-bukti kepada Rasulullah SAW.

Firman-NYA (انه هوالسميع البصير)

Ada juga yang memahaminya sebagai bahwa allah SWT telah menganugerahkan kepada nabi muhammad SAW daya lihat dan daya dengar yang sangat sempurna sehingga daya selan beliau sama sekali tidak berarti jika dibandingkan dengan daya dengar dan daya lihat beliau itu. Maka ayat ini mengunakan kata sami’ dan bashir yakni yang biasa di gunakan untuk allah SWT.

Allah SWT memaparkan peristiwa isra’ dan mi’raj ini secara global, allah menyebutkan awalnya dari masjidil haram berakhir di masjidil aqsho dan diantara awal dan akhir allah menyebutkan kata al-ayat seperti ini secara global. Lalu rasulallah SAW datang dan menjelaskan makna yang global ini dan menyebutkan ayat-ayat yang di lihatnya. Jika rasullallah tidak menyebutkan kepada kita apa yang dia lihat dari ayat-ayat allah, tentu kiyta akan berkata; “ dimana ayat-ayat (bukti-bukti ) ini?

Jadi, peristiwa isra’ dan mi’raj yang tertuang dalam al-qur’an sebaiknya disempurnakan oleh mukminin dengan membaca apa yang dituang nabi dalam hadits yang berisikan tentang pengalamannya selama isra’ dan mi’raj itu, akan tetapi orang-orang yang memiliki iman yang lemah memperdebatkan apa yang disaksikan oleh rasullallah. Mereka mengatakan: “ peristiwa tersebut terjadi di akhirat lalu bagaimana rasullallah dapat melihatnya.

Orang yang mengamati isra’ dan mi’raj akan menemukan bahwa pristiwa ini merupakan hiburan bagi Rasullallah SAW yang dapat meringankan penderitaannya. Hanya saja peristiwa ini memiliki tujuan lain yang lebih jauh pengaruhnya yaitu untuk menjelaskan bahwa rasullallah itu di dukung oleh allah SWT, dan dia memiliki mukjizat sehingga dapat menembus hukum alam.

Demikianlah kisah Isra’ dengan ringkas. Dan di waktu itu pulalah beliau Mi’raj, yang dijelaskan dalam surat An-Najm ayat 11-17:

$tB z>xx. ߊ#xsàÿø9$# $tB #r&u ÇÊÊÈ ¼çmtRrã»yJçFsùr& 4n?tã $tB 3ttƒ ÇÊËÈ ôs)s9ur çn#uäu »'s!÷tR 3t÷zé& ÇÊÌÈ yZÏã ÍouôÅ 4ygtFZçRùQ$# ÇÊÍÈ $ydyYÏã èp¨Zy_ #urù'pRùQ$# ÇÊÎÈ øŒÎ) Óy´øótƒ nouôÅb¡9$# $tB 4Óy´øótƒ ÇÊÏÈ $tB sø#y çŽ|Çt7ø9$# $tBur 4ÓxösÛ ÇÊÐÈ

11. hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya

12. Maka Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?

13. dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,

14. (yaitu) di Sidratil Muntaha

15. di dekatnya ada syurga tempat tinggal,

16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.

17. penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya

Ayat-ayat ini menjelaskan benar bahwa beliau telah sampai ke Sidratul Muntaha, yang lebih tinggi lagi dari langit. Bertemu di sana Jibril AS dalam keadaan yang asli, penglihatannya yang pertama ialah di Gua Hira’. Adapun di waktu-waktu yang lain, beliau tidak melihat Jibril AS menurut bentuk aslinya walaupun dia datang membawa wahyu, maka kedua peristiwa penting itu Isra’ dan Mi’raj adalah terjadi sekali jalan. Demikian yang diterangkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahihnya masing-masing dan Imam Ahmad dalam Musnadnya. Itulah hadits yang menceritakan tentang beliau dijemput dengan buraq, terus menuju Baitul Maqdis, naik ke langit, di tiap tingkat langit bertemu Nabi-Nabi.

Sesampainya di Sidratul Muntaha itulah perjalanan Mi’raj itu berhenti, dan di sanalah Rasulullah SAW menunggu wahyu yang akan diturunkan oleh Allah SWT. Lalu turunlah wahyu yang mewajibkan sholat ; 50 waktu, kemudian atas usul belas kasihan dari Nabi Musa AS yang bersemayam di langit ke enam (6) dirubah oleh Allah-lah perintah itu dari 50 menjadi 5 waktu, namun pahalanya sama dengan mengerjakan 50 waktu.

Banyak hadits-hadits yang dirawikan oleh ahli-ahli hadits berkenaan dengan Isra’ Mi’raj ini, ada yang dirawikan oleH Imam Bukhori dan ada juga yang di rawikan oleh Imam muslim, Imam Ahmad bin Hambal, imam baihaqi, atau dari abu ja’far ath-thabari, atau ibnu syihab atau al-bazaar, tarmizi da lain lain yang disalinkan semuanya oleh ibnu katsir dalam tafsirnya.

Tidak lah ada pertikaian diantara ulama’, baik salaf maupun kholaf bahwa isra’ dan mi’raj itu memang terjadi. Yang jadi pertikaian hanyalah cara isra’ dan mi’rajnya; tubuh dan nyawakah, atau roh saja yang menyerupai pengalaman mimpi,tetapi buka mimpi biasa.

Menurut Ibnu Qoyyim tentang Mi’raj Nabi tu adalah dua golongan; satu golongan berkata bahwa beliau Mi’raj dengan roh dan badannya. Dan satu golonan lagi mengatakan beliau Mi’raj dengan rohnya aja, namun badannya tidak hilang. Golongan kedua ini tidaklah bermaksud mengatakan bahwa Nabi Mi’raj itu sedang tidur, mereka berkata bahwa roh itu sendirilah yang dibawa Isra’ dan dibawa Mi’raj. Maka roh itu mengalami seakan akan dia terpisah dari diri, lalu dia naik dari langit yang satu ke langit yang lain. Sehingga sampai kepada langit yang ke tujuh, lalu sampailah dia kepada suatu masa dan datang di hadapan Allah SWT sendiri.[3]

Adapun masalah Nabi Muhammad mengendarai buraq juga menunjukkan bahwa peristiwa isra’ terjadi dengan jasadnya; karena sifat ruh tidak layak mengendarai hewan sebagaimana yang dimaklumi. Kesimpulannya telah diriwayatkan dalam hadits-hadits mutawatir dari Nabi SAW :

انه اسري به من المسجد الحرام الي المسجد الاقصي و انه عرج به من المسجد الاقصي حتي جوز السموات السبع

Sesungguhnya ia telah di perjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, dan ia telah dinaikan dari masjidil aqsha hingga menembus langait yang ketujuh.

Menurut pendapat Al-Qurtubi dalam tafsirnya dia mengatakan; peristiwa Isra’ Mi’raj itu telah ditetapkan di dalam kitap-kitab-kitab hadits dan telah diriwayatkan dari para shahabat Nabi di semua penjuru negeri Islam, maka hadits mengenai itu menjadi mutawatir melalui tinjauan ini. An-Naqqasy menyebutkan di antara yang meriwayatkannya adalah 20 orang shahabat.

KESIMPULAN

Allah mengisra dan mi’rajkan Muhammad SAW setelah meninggalnya istri dan paman beliau yang sangat dicintainya. Pada perestiwa ini pulalah Allah memerintahkan Muhammad untuk shalat lima rakaat dalam sehari, tetapi masalh yang sering muncul adalah apakah nabi diisra dan mi’rajkan dengan badannya atau hanya dengan rohnya saja, para jumhur ulama mengatakan bahwa nabi diisra dan mi’rajkan dengan badan dan rohnya sekaligus kerena ayat itu menggunakan kata abdih.

Ayat ini juga secara jelas menguraikan tentang terjadinya Isra’ Nabi Muhammad SAW, kalimat demi kalimat pun dalam ayat ini bergerak sedemikian rapi diawali dengan formasi tasbih kepada allah lalu diikuti dengan satu bentuk pernyataan dari allah, kemudian dilanjutkan dengan kalimat deskripsi tentang zat allah, ini sejalan dengan kedalaman makna ekspresif yang penuh dengan sentuhan sentuhan kelembutan.

DAFTAR PUSTAKA

-Syekh, Assanqithi. Tafsir adhawul Bayan ( terjemah). Pustaka Azzam: 2007.

-A. Mujab. Mahali. Asbabun nuzul: studi pendalaman al-Qu’an. PT.RajaGrafindo Persada: 2002.

-DR. Abdillah ibnu Muhammad. Lubabut Tafsir (tejemah). Pustaka Syafi’e: Jakarta.2007. cet 3.

-DR. Wahbah Zuhaili. At-Tafsir Al-Munir. Darul Fikr: Beirut. Juz 15.

-Abi, Hasan, Ali. Tafsir Al-Mawardi. Darul kitab ilmiyah. Juz 3.

-Sya’rawi, syekh muhammad mutawalli, tafsir sya’rawi jilid 8, cet ke 1,duta azhar 2008.

-Prof. DR. Haji abdulmalik abdulkarim amrullah,tafsir al-azhar, cet ke-5 2003.

-M, Quraish shihab, tafsir almisbah, lentera hati 2002.

-Sayyid Qutub, fi zhilalil Qur’an, darusy syuruq,beirut 1412 H/1992 M, Gema insani pres.



[1] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.

[2] Selang beberapa lama sebelum terjadi perdamaian Hudaibiyah Nabi Muhammad s.a.w. bermimpi bahwa beliau bersama Para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam Keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. kemudian berita ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan Nasrani. setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekah Maka orang-orang munafik memperolok-olokkan Nabi dan menyatakan bahwa mimpi Nabi yang dikatakan beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. dan sebelum itu dalam waktu yang dekat Nabi akan menaklukkan kota Khaibar. andaikata pada tahun terjadinya perdamaian Hudaibiyah itu kaum Muslim memasuki kota Mekah, Maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang Menyembunyikan imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu.

3. Hamka. Prof. Tafsir Al-Azhar. Pustaka nasional: singapora. 2003. Cet 5. Hal 4005

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori tafsier dengan judul TAFSIR SURAH AL-ISRA’:1. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://paper-makalah.blogspot.com/2010/03/tafsir-surah-al-isra1.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown -

Belum ada komentar untuk "TAFSIR SURAH AL-ISRA’:1"

Post a Comment

TULIS DISINI....