KUMPULAN MAKALAH, SKRIPSI, & TIPS DAN TRIK

Download Kumpulan Makalah Gratis, Kumpulan Skripsi Gratis, Kumpulan Proposal Skripsi Gratis, Kumpulan Paper Gratis, Kumpulan Kliping Gratis, Kumpulan Makalah Pendidikan, Kumpulan Makalah Teknik Informatika, Kumpulan Makalah Sosiologi, Kumpulan Makalah Ekonomi, Kumpulan Makalah Ilmu Pengetahuan

Download Kumpulan Makalah Gratis, Kumpulan Skripsi Gratis, Kumpulan Proposal Skripsi Gratis, Kumpulan Paper Gratis, Kumpulan Kliping Gratis, Kumpulan Makalah Pendidikan, Kumpulan Makalah Teknik Informatika, Kumpulan Makalah Sosiologi, Kumpulan Makalah Ekonomi, Kumpulan Makalah Ilmu Pengetahuan

METODE PEMECAHAN PARADOKSI HADITS

A. Pendahuluan

Sebuah pendapat mengatakan bahwa hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an sangatlah rasional, karena dalam kenyataannya apa yang terdapat di dalam teks hadits adakalanya merupakan penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang dianggap masih terlalu umum dan sulit untuk diterapkan. Walaupun kadang-kadang hadits bisa juga dianggap setara kedudukannya dengan al-Qur’an. Hal ini bisa dilihat manakala suatu hukum tidak terdapat dalam al-Qur’an akan tetapi dalam hadits dijelaskan.

Pemahaman seseorang dengan orang lainnya terhadap teks sebuah hadits akan berbeda-beda. Hal ini dilatar belakangi oleh wawasan, kecerdasan dan analisis yang masing-masing orang yang tidak sama. Dalam kenyataanya mulai zaman sahabat perhatian terhadap pertentangan hadits dianggap sangat urgen. Pasalnya sepeninggal Nabi Muhammad saw, para sahabat inilah yang menjadi rujukan setiap permasalahan umat sehingga dari generasi kegenerasi pertentangan hadits ini menjadi pembahasan.

B. Pengertian Paradoksi Hadits

Paradoksi Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang hadits-hadits yang dhahirnya terlihat bertentangan.Istilah lain paradoksi ( (مختلف dapat dipahami sebagai adanya pertentangan dua hadits dari segi maknanya. Pertentangan adakalanya bisa diselaraskan antara keduanya, dan adakalanya sulit untuk diselaraskan.

Dua hadits yang dari segi makna dapat diselaraskan adalah hadits yang segi dhahirnya saja yang bertentangan, akan tetapi hakikatnya selaras/ tidak bertentangan. Seperti contoh dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra:

لا عدوى ولا طيرة )رواه بخا رى)

dan hadits:

فر من المجذوم فرارك من الأسد (رواه احمد)

pada hadits yang pertama Nabi saw meniadakan bahwa semua penyakit tidak akan menular. Sedangkan hadits yang kedua mengisyaratkan untuk lari dari penyakit judzam sebagaimana lari dari singa. Sedangkan sebab timbulnya hadits pertama adalah karena adanya kepercayaan orang jahiliyah bahwa mereka meyakini setiap penyakit akan menular dengan sendirinya. Untuk itulah Nabi saw mengeluarkan hadits yang menyatakan bahwa penyakit tidak akan menular apabila tidak dikehendaki oleh Allah swt. sedangkan hadits Nabi saw yang kedua mengisyaratkan jika dekat dengan orang yang mempunyai penyakit judzam, maka bisa menjadi sebab tertularnya penyakit judzam itupun dengan kehendak Allah.

Dua hadits yang memerlukan penjelasan karena seakan bertentangan, misalnya ada sebuah hadits yang berbunyi:الماء لا ينجس شيء yang artinya sesuatu tidak bisa menajiskan air. Kemudian hadits lainnya berbunyi : اذا بلغ الماء قلتين لم يحمل نجسا artinya jika air sampai dua kullah maka tidak akan menjadi najis. Kedua dalil tersebut seakan bertentangan karena yang pertama memberi pengertian bahwa air tidak akan menjadi mutanajis meski terkena sesuatu yang najis, akan tetapi yang hadits kedua mengisyaratkan bahwa air jika kurang dari dua kulah jika terkena sesuatu yang najis maka airnya akan menjadi mutanajis.

Sebagian ulama’ memberikan nama terhadap ilmu ini dengan bermacam-macam nama antara lain: Musykilul Hadits, Ikhtilafu al-Hadits, Ta’wil Hadits, Talfiq Hadits, yang mana kesemuannya satu maksud yakni paradoksi hadits.

C. Pentingnya Mempelajari Paradoksi Hadits

Paradoksi hadits adalah bagian terpenting dari ulumul hadits yang dibutuhkan oleh ahli hadits dan fuqaha serta ulama-ulama lainnya. Sangat dianjurkan bagi orang yang menekuni ilmu hadis untuk mempelajari ilmu ini secara mendalam. Ilmu ini merupakan buah dari ilmu hadits, yang di dalamnya membahas tentang keumuman dan kekhususan hadits, hadits yang muthlaq dan muqayyad, membahas mengenai penyelarasan hadits yang kontradiktif dan penyelesaian, serta menjelaskan hadits Nabi yang sulit dipahami penjelasannya dan pentakwilannya jika tidak dikaitkan dengan hadits yang lain.Sebagaimana yang dikatakan Imam Sakhowi bahwa pemahaman seorang ahli hadits dan ahli fiqih akan sempurna jika telah mempelajari kitab paradoksi hadits.

Para ulama memusatkan perhatian terhadap ilmu ini sejak zaman shahabat, yang menjadi rujukan umat dalam segala perkara sejak wafatnya Rasulullah saw. Para ulama berijtihad dalam banyak hukum, mengumpulkan hadits-hadits dan menjelaskan yang dimaksud dari sebuah hadits. Dari generasi kegenerasi ulama telah mempelajarinya.

D. Kitab-kitab Paradoksi Hadits

Para ulama terdahulu telah menghasilkan karya-karya besar dalam penyusunan kitab paradoksi hadits. Karya-karya tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Ikhtilafu al-Hadits

Kitab Ikhtilafu al-Hadits adalah kitab karya Muhammad Ibnu Idris Asy-Syafi’i (150-204 H). Kitab ini merupakan kitab paling masyhur diantara kitab-kitab lain yang membahas tentang paradoksi hadits. Karena kitab ini adalah pelopor adanya kitab paradoksi hadits. Dalam kitab ini tidak disebutkan keseluruhan hadits-hadits yang bertentangan. Akan tetapi memuat penjelasan adanya hadits hadits yang bertentangan serta metode penyelesaiannya. Dari sini Imam Syafi’i berharap ulama’ berikutnyalah yang akan mengikuti jalan beliau dan menyempurnakannya.

2. Ta’wilu Mukhtalifu al-Hadits

Kemudian kitab yang terkenal setelah karya Imam Syafi’i adalah kitab Ta’wilu Mukhtalifu al-Hadits karya Imam Al-Hafidh Abdullah Bin Muslim Bin Qutaibah Ad-Dainuri (213-276 H). Isi kitab ini adalah menolak para penentang hadits (inkar sunnah), yang menuduh bahwa hadits tidak bisa dipakai untuk pijakan hukum syara’ karena hadits dari perowinya tidak dapat dipercaya dengan asumsi adanya hadits yang bertentangan sehingga kehujjahan hadits masih diragukan. Untuk itulah al-Hafidh membantah tuduhan-tuduhan tersebut dalam kitab ini.

3. Musykilu al-Hadits wa Bayanuhu

Kitab yang ketiga adalah Musykilu al-Hadits wa Bayanuhu karya Imam al-Muhaddits Abi Bakar Muhammad Bin al-Hasan (Ibnu Furak) al-Anshori al-Ashbihani, wafat (406 H). Yang isinya membahas hadits-hadits Nabi saw yang secara dhahir mengesankan menyerupakan Allah, memfisikkan Allah dan membahas hadits yang bertentangan, menolak tuduhan kafir yang mencacat agama Islam dengan menjelaskan maksud hadit-hadits Nabi, membatalkan pencacatan-pencacatan dan hadits yang samar-samar dengan hujjah-hujjah nakli dan akli. Kitab ini dicetak tahun 1362 H.

E. Kaidah Pemecahan Paradoksi Hadits

Adapun cara penyelesaian dua dalil yang bertentangan menurut ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Zhahiriyah adalah sebagai berikut:

1. Al-Jam’u wa al-Taufiq

Ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Zhahiriyah menyatakan bahwa metode pertama yang harus ditempuh adalah mengumpulkan dan mengkompromikan kedua dalil tersebut, sekalipun dari satu sisi saja. Alasan mereka adalah kaidah fiqh yang dikemukakan Hanafiyyah di atas yaitu “mengamalkan kedua dalil itu lebih baik daripada meninggalkan salah satu di antaranya.” Mengamalkan kedua dalil, sekalipun dari satu segi, menurut mereka ada tiga cara, yaitu:

a. Apabila kedua hukum yang bertentangan itu bisa dibagi, maka dilakukan cara pembagian yang sebaik-baiknya. Apabila dua orang saling menyatakan bahwa rumah “A” adalah miliknya, maka kedua pernyataan itu jelas bertentangan yang sulit untuk diselesaikan, karena pemilikan terhadap sesuatu sifatnya menyeluruh. Akan tetapi, karena barang yang dipersengketakan adalah barang yang bisa dibagi, maka penyelesaiannya adalah dengan membagi dua rumah tersebut.

b. Apabila hukum yang bertentangan itu sesuatu yang berbilang, seperti sabda Rasulullah saw, yang menyatakan:

لا صلاة لجار المسجدالا فى المسجد (رواه أبو داود و أحمد بن حنبل)

Tidak (dinamakan) shalat bagi tetangga mesjid kecuali di mesjid. (H.R. Abu Daud dan Ahmad Ibn Hanbal)

Dalam hadits ini ada kata “la” yang dalam ushul fiqh mempunyai pengertian banyak, yaitu bisa berarti “tidak sah”, bisa berarti “tidak sempurna” dan bisa berarti “tidak utama.” Oleh karena itu, seorang mujtahid boleh memilih salah satu pengertian mana saja, asal didukung oleh dalil lain.

c. Apabila hukum tersebut bersifat umum yang mengandung beberapa hukum, seperti kasus ‘iddah bagi wanita hamil, atau kasus persaksian yang terdapat dalam hadits. Surat al-Baqarah, 2:234 bersifat umum dan surat al-Thalaq, 65:4 bersifat khusus, maka dari satu sisi ‘iddah wanita hamil ditentukan hukumnya berdasarkan kandungan surat al-Thalaq, 65:4. Ulama Hanafiyyah menempuh cara ini dengan metode naskh, bukan melalui pengkompromian.

2. Tarjih

Apabila pengkompromian kedua dalil itu tidak bisa dilakukan, maka seorang mujtahid boleh menguatkan salah satu dalil berdasarkan dalil yang mendukungnya. Tata cara tarjih yang dikemukakan para ahli ushul fiqh bisa ditempuh dengan berbagai cara. Umpamanya, dengan men-tarjih dalil yang lebih banyak diriwayatkan orang dari dalil yang perawinya sedikit, bisa juga melalui pen-tarjih-an sanad (para penutur hadits), bisa melalui pen-tarjih-an dari sisi matan (lafal hadits), atau di-tarjih berdasarkan indikasi lain di luar nash.

3. Naskh

Apabila dengan cara tarjih kedua dalil tersebut tidak dapat diamalkan, maka cara ketiga yang ditempuh adalah dengan membatalkan salah satu hukum yang dikandung kedua dalil tersebut, dengan syarat harus diketahui mana dalil yang pertama kali datang dan mana yang datang kemudian. Dalil yang datang kemudian inilah yang diambil dan diamalkan, seperti sabda Rasulullah saw.:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها ( رواه مسلم )

Adalah saya melarang kamu untuk menziarahi kubur, tetapi sekarang ziarahlah (H.R. Muslim)

Dalam hadits ini mudah sekali dilacak mana hukum yang pertama dan mana yang terakhir. Hukum pertama adalah tidak boleh menziarahi kubur, dan hukum terakhir adalah dibolehkan menziarahi kubur, karena ‘illat (motivasi) larangan dilihat Nabi saw. tidak ada lagi.

4. Tasaquth al-Dalilain

Apabila cara ketiga, yaitu naskh pun tidak bisa ditempuh, maka seorang mujtahid boleh meninggalkan kedua dalil itu dan berijtihad dengan dalil yang kualitasnya lebih rendah dari kedua dalil yang bertentangan tersebut.

Menurut ulama syafi’iyyah, Malikiyyah dan Zhahiriyyah, keempat cara tersebut harus ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menyelesaikan pertentangan dua dalil secara berurutan.

Sedangkan menurut Hanafiyyah kaidah dalam menyelesaikan paradoksi hadits adalah:

1. Naskh

2. Tarjih

3. Al-Jam’u a al-Taufiq

4. Tasaquth al-Dalilain

F. Hujah-hujah Penolak Paradoksi Hadits

Jika mengkaji mendalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw, akan ditemukan pemahaman bahwa sebenarnya tidak mungkin terjadi pertentangan sebuah hadits antara yang satu dengan yang lainnya. Karena tidak mungkin terjadi Allah dan Rasulnya menurunkan aturan-aturan yang saling bertentangan.

Dalil-dalil yang menolak adanya pertentangan hadits antara lain:

1. Firman Allah swt dalam surat An-Najm ayat : 1-4:

Yang artinya: “demi bintang apabila terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkanya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan ( kepadanya)”

2. An-Nisaa ayat 82

Yang artinya :”patutkah mereka (bersikap demikian), tidak mahu memikirkan isi Al-Qur’an? Kalaukah al-Qur’an itu(datangnya) bukan dari sisi Allah, nescaya mereka akan dapati perselisihan yang banyak di dalamnya”

3. Ali Imran

Yang artinya:”Sesungguhnya Allah telah mengurniakan (rahmat-Nya) kepada orang-orang yang beriman, setelah ia mengutuskan di kalangan mereka seorang Rasul dari bangsa mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan mereka, serta mengajar mereka Kitab Allah (al-Qur’an) dan al-Hikmah”

Ibnu Hazm berkata: tidak ada pertentangan sedikitpun dalam al-Qur’an dan hadits, pertentangan terjadi karena keterbatasan ilmu pengetahuan kita. Abu Ishaq al-Syatibi berkata: “perselisihan tersebut (dalil-dalil syara’) timbul karena kelemahan mereka memahami dan menemukan tujuan-tujuan Allah yang terkandung dalam nas-nasnya, hal ini bukan adanya pertentangan dalam dalil-dalil syara’ sendiri. Ibnu Qayyim berkata: “Sekelompok orang menduga bahwa ada hadits-hadits Nabi yang berlawanan dengan hadits-hadits lainnya, saling menggugurkan dan bertentangan, kami berpendapat bahwa tidak akan ada pertentangan antara hadits-hadits shahih. Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa pertentangan antara dua dalil atau hukum itu hanya dalam pandangan mujtahid, sesuai dengan kemampuan pemahaman, analisis, dan kekuatan logikanya, bukan pertentangan aktual, karena tidak mungkin terjadi Allah dan Rasulnya menurunkan aturan-aturan yang saling bertentangan.

Pada dasarnya, nash-nash syari’at tidak mungkin saling bertentangan. Sebab, kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Karena itu, apabila diandaikan juga adanya pertentangan, maka hal itu hanya dalam tampak luarnya saja, bukan dalam kenyataan yang hakiki. Atas dasar itu wajib menghilangkanya dengan cara: apabila pertentangan itu dapat dihapus dengan cara menggabungkan atau menyesuaikan kedua nash, tanpa harus memaksakan atau mengada-ada, sehingga kedua-duanya bisa diamalkan, maka yang demikian itu lebih utama daripada harus mentarjihkan antara keduanya. Sebab, pentarjihan berarti mengabaikan salah satu dari keduanya sementara mengutamakan yang lainnya.

G. Analisa dan kritik

Paradoksi hadits adalah ilmu yang membahas tentang hadits yang secara dhahir bertentangan serta penyelesaiannya. Bagi ulama ahli hadits dan fuqoha sangat penting mendalami ilmu ini, karena dengan mendalami ilmu ini, maka akan sempurna pemahamannya terhadap hadits dan fiqh.

Penyelesaian paradoksi hadits menurut Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Zhahiriyah adalah:

1. Al-Jam’u wa al-Taufiq

2. Al-Tarjih

3. Al-Naskh

4. Tasaquth al-Dalilain

Sedangkan Hanafiyyah berpendapat tentang cara penyelesaian paradoksi hadits sebagai berikut:

  1. Al-Naskh
  2. Al-Tarjih
  3. Al-Jam’u wa al-Taufiq
  4. Tasaquth al-Dalilain

Kaidah pemecahan paradoksi hadits menurut Hanafiyyahlah yang dianggap lebih rajih, karena mendahulukan al-Naskh kemudian al-Tarjih dan seterusnya.

Tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Allah dan Rasulnya. Paradoksi pada dasarnya bersifat semu. Untuk itulah diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap hadits-hadits yang terlihat bertentangan.

Kepustakaan

Abdullah, Hafiz Firdaus dalam http;//www/alfirdaus.com/HadisCanggah/Pengenalan.htm

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj, 1997, Ushulu al-Hadits Ulumuhu Wa Musthalahuhu, cet. Ke-7, Jeddah-Makkah, Daarul Munaaroh,

Al-Atthar, Abdu al-Nashir Taufiq, 1987, Ulumu al-Sunnati Wadustuuru lilummah

Harun, Nasrun, 1997, Ushul Fiqh 1, Jakarta ,Logos

Holly al-Qur’an

Qardawi, Yusuf, Pent. Muhammad al-Baqir, 1995, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, cet. IV, Bandung, Karisma

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj, 1997, Ushulu al-Hadits Ulumuhu Wa Musthalahuhu, cet. Ke-7, Jeddah-Makkah, Daarul Munaaroh, hlm. 295

Al-Atthar, Abdu al-Nashir Taufiq, 1987, Ulumu al-Sunnati Wadustuuru lilummah, hlm. 179

Ibid.

Abdullah, Hafiz Firdaus dalam http;//www/alfirdaus.com/HadisCanggah/Pengenalan.htm

Al-Khatib, op.cit. hlm. 295-296

ibid

ibid, hlm. 6

Harun, Nasrun, 1997, Ushul Fiqh 1, Jakarta ,Logos, hlm 178-180

Ibid, hlm. 175-178

Holly al-Qur’an

Abdullah, op.cit.

ibid

Abdullah, Op.cit

Haroen, op.cit, hlm 174

Qardawi, Yusuf, Pent. Muhammad al-Baqir, 1995, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, cet. IV, Bandung, Karisma, hlm. 48

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

DASAR-DASAR SOSIAL PENDIDIKAN

Posted March 1st, 2009 by a.ifano

Dasar-dasar sosial sebagai suatu rumpun masalah pendidikan merupakan bidang studi sosiologi pendidikan. nama lain cabang ilmu pengetahuan adalah hubungan sekolah dengan masyarakat, yang melandaskan diri pada dasar pemikiran bahwa peranan sekolah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang cepat berubah. Dasar pemikiran tersebut akan memberikan kepada kita pengertian yang jelas tentang faktor-faktor sosial, atau sumber-sumber sosial dari problema-problema pendidikan pada saat ini, bidang studi ini juga menuntut penggunaan metode obyektif dalam menyelesaikan problema pendidikan.
Dasar pemikiran di atas dijadikan fasal-fasal dalam textbook sosiologi pendidikan, seperti aspek-aspek sosial dan pendidikan; lingkungan sosial pendidikan; sekolah sebagai sistem sosial; dan peranan sosial pendidikan. Dasar pemikiran di atas bahwa sekolah adalah lembaga sosial dan bersama-sama dengan lembaga sosial, kelompok agama, ekonomi dan politik, merupakan sistem sosial yang selalu dalam keadaan mengadakan interaksi timbal balik.
Sebagai sistem sosial segala macam lembaga sosial, dibeda-bedakan tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan, antara pendidikan dan lembaga sosial saling pengaruh mempengaruhi, sehingga perubahan dari sistem sosial akan mengharuskan perubahan penyesuaian terhadap keseluruhan sistem. Arti dan peranan salah satu lembaga sosial tidak dapat dimengerti tanpa dikaitkan dengan keseluruhan sistem sosial dari lembaga-lembaga yang diakui dan hidup berkembang dalam masyarakat.
Suatu ilustrasi lembaga sosial keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama terhadap perkembangan pendidikan dan kepribadian anak.
Lapangan kerja dan peranan sosial semakin luas dengan perkembangan industri dalam masyarakat. Jumlah dan jenis lapangan kerja semakin meningkat.
Peranan lembaga sosial di atas sebagai lembaga pendidikan dengan lembaga-lembaga sosial yang lain dari seluruh sistem sosial, seperti golongan sosial agama, perdagangan, suku bangsa, kelompok etnis, pejabat pemerintah, industriawan, cendikiawan, angkatan bersenjata, pegawai negeri serta usahawan dan golongan-golongan sosial yang lain yang masih banyak lagi.
Keterbatasan keluarga sebagai lembaga pendidikan merupakan akibat kondisi-kondisi sosiologi dengan pendapat atau pernyataan Brubacher, bahwa :
Capacity for parenthood is not by any means highly correlated with capacity for educating. Furthermore fundamental sociological condition are profoundly effecting the efficiency of the home as an educational agency.
Kemampuan untuk menjadi orang tua, sama sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik. Lebih dari itu, kondisi-kondisi sosiologis yang mendasar sangat menentukan efisiensi dan efektif tidaknya keluarga sebagai lembaga pendidikan.
Wajar setiap orang berhasrat untuk menjadi orang tua, selama keadaan fisik biologisnya normal. Tugas orang tua yang lebih mulia adalah mendidik anak-anak mereka. Perwujudan konsep dasar lembaga pendidikan merupakan salah satu dari sistem sosial.
Dengan semakin maju perkembangan sosial masyarakat, pendidikan dasar untuk lapangan kerja semakin lama dan membutuhkan biaya yang semakin banyak. Masalah sosial bukan masalah ekonomi, tetapi juga masalah akademis, sosiologis dan psikologis.
Perubahan kondisi-kondisi ini sebagai akibat perubahan kondisi kerja dalam industri bidang ekonomi, dengan pembagian fungsi dan deferensiasi kerja yang tajam perbedaannya. Suatu pola tata kerja membutuhkan persiapan latihan dan pendidikan yang rapih.
Perubahan dari masyarakat desa ke masyarakat kota membawa perubahan tuntutan terhadap pendidikan, sesuai dengan kondisi sosial yang berbeda-beda, dengan problema-problema pendidikan yang dihadapi dan diselesaikan. Problema pendidikan di desa luas areanya tetapi seragam, sebaliknya persoalan pendidikan di kota jenisnya banyak. Pola hidup di kota berbeda dengan pola hidup di desa, sampai pada perbedaan sikap terhadap nilai-nilai moral dan sosial dengan segala macam sangsi-sangsinya.
Relasi timbal balik antara perubahan pendidikan dengan perubahan kondisi-kondisi sosial lebih mengajukan dalil-dalil atau hukum-hukum relasi sekolah dengan masyarakat, seperti diuraikan berikut ini.
A. Hukum Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Pola dasar atau pendekatan sekolah atau pendidikan sebagai sistem sosial, suatu hal yang dikemukakan tentang hukum atau dalil-dalil hukungan sekolah dan masyarakat, yang dikemukakan oleh Wilds dan Lottich dalam sampul bukunya The Foundation of Modern Education, yaitu :
1. Perubahan lingkungan fisik, sosial, politik dan ekonomi akan menentukan atau membawa perubahan konsepsi manusia tentang pedidikan.
2. Perubahan konsepsi manusia tentang kehidupan akan menentukan atau merubah konsepsi manusia tentang pendidikan.
3. Perubahan tentang konsepsi pendidikan akan merubah konsepsi manusia tentang tujuan pendidikan.
4. Perubahan konsepsi tentang tujuan pendidikan akan merubah konsepsi manusia tentang isi-materi, susunan jenjang, organisasi dan jenis-jenis pendidikan sampai pada metodologi pendidikannya.
5. Perubahan dalam konsepsi dan tujuan pendidikan merupakan akibat, ditentukan oleh atau sebagai suatu usaha perubahan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan-lingkungan dan tujuan hidup manusia.
Pendidikan adalah kegiatan sosial dan lembaga pendidikan merupakan lembaga sosial, perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dan selalu merupakan sebab dari perubahan. Perubahan merupakan akibat atau hasil perubahan pengaruh dari perubahan lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan politik maupun perkembangan dalam kehidupan ekonomi dalam suatu masyarakat.
Pola hidup masyarakat telah dipersulit dengan perkembangan media komunikasi yang luar penggunaannya dan pengaruhnya. Perkembangan lingkungan sarana komunikasi telah menyebabkan dunia dan kehidupan manusia semakin terbuka, yang menyebabkan cepatnya pertukaran kebudayaan dan tempo perubahan sosial masyarakat. Arus penyebaran informasi melalui media komunikasi tidak semakin menurun, sebaliknya semakin meningkat, dan diterima tanpa seleksi, tanpa dikenai proses pengunyahan, dan bersifat negatif atau positif bagi perkembangan kepribadian anak didik.
Dua jenis perubahan lingkungan fisik teknologi telah merubah pola relasi dalam keluarga, relasi antar manusia dan pandangan tentang hidup dan penghidupan, yang baik dan benar tergantung dari sudut mana manusia mendekati atau meninjau dan cara-cara yang digunakan. Pada saat ini masyarakatdihantui oleh timbulnya gagasan baru tentang konsep pendidikan dalam tradisi kebudayaan tabu.

B. Beberapa Konsep Pendidikan
Beberapa konsepsi dapat dibagi dalam uraian di bawah ini :
1. Education is the getting and giving of knowledge so as to pass on our culture from one generation on the next.
(Pendidikan adalah kegiatan memperoleh dan menyampaikan pengetahuan, sehingga memungkinkan transmisi kebudayaan kita dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya).
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya, yaitu makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan, fungsi budaya dari pendidikan adalah kegiatan melantarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Pendidikan sebagai proses adalah suatu kegiatan memperoleh dan menyampaikan pengetahuan tentang kebudayaan, sedang pengetahuan adalah rumpun informasi-informasi tentang kebudayaan dengan segala segi dan aspeknya.
Konsep kebudayaan merupakan masalah pokok dalam rumus pendidikan, didefinisikan sebagai keseluruhan cara-cara bertingkah laku manusia dalam kehidupan dan penghidupannya. Rumus pengetahuan adalah keseluruhan rumpun informasi-informasi tentang cara-cara manusia bertingkah laku, dan tinggi rendahnya, lengkap tidaknya informasi yang dimiliki akan menentukan tingkah perkembangan kebudayaannya.
Aspek-aspek kebudayaan tidak disebutkan dalam rumusan konsep, tetapi pada 6 lapangan hidup, yaitu agama, sosial, politik, ekonomi, seni budaya dan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan jumlah dan jenis lapangan hidup dan aspek-aspek kebudayaan, maka rumpun-rumpun informasi tentang cara-cara bertingkah laku dibedakan terdiri atas 6 pengetahuan, pengetahuan agama, ekonomi dan seterusnya.
2. Education is the process by which the individual is taught loyalty and conformity by which the human mind is disciplined and developed.
(Pendidikan adalah proses dengan mana individu diajar bersikap setia dan taat dengan mana pikiran manusia ditera dan dibina).
Konsep pendidikan ditekankan betapa pentingnya dan kuatnya peranan pendidikan dalam pembinaan manusia. Pendidikan sebagai proses pembinaan sikap mental dnegan jalan atau cara melatih dan mengembangkannya ke arah nilai yang diinginkan, dalam rumusan konsep yaitu nilai sikap kesetiaan dan ketaatan. Kata lain pendidikan adalah suatu kegiatan pembinaan sikap mental yang akan menentukan tingkah lakunya.
Pendidikan adalah pembentukan kebiasaan dlam masyarakat yang relative macet, paling tidak lambat tempo perkembangannya, atau dalam tata susunan kehidupan sosial yang tidak menghendaki kebebasan pendapat atau keragaman pendapat di antara anggota masyarakat. Sistem pendidikan banyak disaksikan pada negara totalitas, yang hanya mengakui satu sumber dan satu sistem kebenaran dan kenyataan, serta sistem kebudayaan tunggal, seperti negara Yunani Kuno Sparta atau negara sosialis proletar.
Dalam masyarakat yang relative statis, pola-pola tingkah lakunya relatif tetap, seluruh anggota masyarakat dituntut melestarikan bentuk-bentuk tingkah laku tersebut. Pemimpin sosial masyarakat mempertahankan pola-pola tingkah laku dengan cara-cara atau alat-alat pendidikan yang bersifat keras, seperti hukuman, disiplin, kekerasan dan pengawasan yang ketat serta sangsi sosial yang berat pula dan harus ditindak dengan sangsi sosial yang berat dank keras.
Negara totaliter monistis, yaitu sistem politik pemerintah yang segala-galanya demi kepentingan negara dan monisme kebudayaan atau kebudayaan tunggal, menetapkan bahwa pendidikan atau edukasi adalah satu dan sama dengan indoktrinasi, tujuan pendidikan membina manusia susila yang cakap diganti dengan pembinaan warganegara yang setia, taat tanpa syarat dan disiplin membaja.
Sebab ilmu pendidikan sebagai pengetahuan praktis agar menanamkan atau mengindoktrinasikan nilai atau norma-norma sesuai dengan dasar-dasar filsafat pendidikan.
3. Education is a process of growth in whuch the individual is helped to developed his power, his talents, his abilities and his interest.
(Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan di dalam mana individu diberi pertolongan untuk mengembangkan kekuatan, bakat kemapuan dan minatnya).
Dalam rumusan di atas aspek-aspek sifat hakekat psikologis manusia terdiri atas empat aspek, yaitu kekuatan, bakat, kemampuan dan minat kepentingannya. Konsep sifat hakekat manusia tidak dapat dilepaskan dari dasar-dasar filsafat pendidikannya.
Konsep manusia lebih dekat dengan aliran filsafat pendidikan humanisme, atau tradisional sosial.
4. Education is that reconstruction and reorganization of experiences which adds to the meaning of experiences and which increase abitily to direct the course of sub sequent experiences.
(Pendidikan adalah pembangunan kembali atau penyusunan kembali pengalaman, sehingga memperkaya arti perbendaharaan pengalaman yang dapat meningkat kemampuan dalam menentukan arah tujuan pengalaman selanjutnya).
Proses pendidikan adalah proses dari dalam diri pribadi manusia, yaitu suatu kemampuan untuk memugar dan meremajakan pengalaman sehingga memungkinkan individu secara kontinu tumbuh berkembang. Pendidikan diartikan sama dengan pertumbuhan, selama itu pula terjadi peristiwa pendidikan.
Proses pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan dengan mana akan ditananamkan kepada anak nilai norma individualisme, pluraritas, liberalitas dan novalitas, penghormatan atas perbedaan individualitas manusia.
Pola reaksi tingkah laku pemecahan masalah, yaitu tahapan atau tangga proses berpikir manusia dalam kondisi dan situasi sosial. Proses penyesuaian diri diartikan sebagai proses rekonstruksi dan reorganisasi pengalaman.
5. Education is the process by which a person is adjusted to those elements of his environment which are of concern in modern life so as to prepare his successful adult living.
(Pendidikan adalah proses dengan mana seseorang diberi kesempatan menyesuaikan diri terhadap aspek-aspek kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan modern untuk mempersiapkan agar berhasil dalam kehidupan orang dewasa).
Rumus pendidikan di atas adalah proses yang diawali dengan kegiatan mengantarkan seseorang mengadakan perubahan penyesuaian terhadap unsur-unsur lingkungan yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan modern.
Dalam masyarakat tradisional yang menghormati ikatan kekerabatan keluarga yang kuat dan ketat, menuntut agar setiap anggota keluarga menjunjung nilai ketaatan, kesetiaan, penghormatan orang tua dan melestarikan tradisi yang berlaku selama ini.
Manusia modern sebagai tujuan pendidikan adalah seorang pribadi terbuka, yang mampu mengambil keputusan sendiri dalam tingkah lakunya serta berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang. Seorang dewasa modern tidak hanya modern dalam cara berpakaian dan bentuk-bentuk luar, tetapi yang lebih penting utama adalah sikap modern seperti memiliki pengetahuan yang luas dan berpikir bebas dalam menghadapi problema kehidupan modern yang terus timbul, banyak jenis dan rumit kaitannya.

C. Sumber-sumber Sosial Problema Pendidikan
1. Faktor-faktor sosial dari kemajuan murid
Kemajuan atau kemundurannya ditentukan oleh beberapa faktor sosial, baik yang terdapat di dalam sekolah maupun di luar sekolah seperti bakat anak, tuntutan guru, kondisi keluarga, kebudayaan, kelompok sebaya dan pribadi acuan.
Faktor kedua adalah keadaan keluarga pelajar, seperti jumlah saudara, tingkat status sosial, akademis dan ekonomis, dan pola pendidikan dalam keluarga, serta sikap orang tua terhadap pendidikan.
Faktor sosial ketiga yang menyebabkan maju mundurnya perkembangan anak di sekolah adalah faktor masyarakat kelompok sebaya dengan siapa anak-anak mengadakan kegiatan di luar sekolah dan keluarga.
Perkembangan media komunikasi massa yang pesat telah menyita waktu dan tenaga serta minat perhatian anak, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kemajuan belajar anak di sekolah, dan muncullah faktor sosial keempat yaitu pemujaan anak pada pribadi atau tokoh sosial di luar keluarga dan sekolah anak.
Faktor sosial kelima yang menentukan adalah tinggi rendahnya dan berat ringannya bahan pelajaran yang dituntut oleh guru.
2. Faktor sosial dari kemajuan guru
Faktor bakat, minat dan kemampuan anak akan menentukan struktur susunan kelas yang dihadapi guru, dan yang akan menunjang lancar tidaknya pelaksanaan tugas pendidikan guru.
Kemajuan guru ditentukan pula oleh faktor kedua yaitu kebijaksanaan dan tuntutan serta relasi personalia administratif pendidikan dan ini meliputi kebijakan tentang pertumbuhan jabatan guru, apakah didasarkan atas masa kerja atau hasil karya mereka.
Hubungan guru dengan orang tua merupakan faktor ketiga, yang pada dasarnya tugas guru adalah memberikan pelayanan kepada keluarga atau orang tua.
3. Faktor sosial dari kemajuan sekolah
Faktor sosial yang mempengaruhi kemajuan sekolah adalah sumber-sumber dana yang tersedia dalam masyarakat dan yang disediakan bagi pembangunan sistem persekolahan.
Struktur susunan status sosial, kelas ekonomi, kelas kelompok ras dan suku bangsa adalah faktor kedua yang menentukan kemajuan sekolah.
Faktor yang ketiga adalah keadaan stabil atau lebih penghuni suatu daerah tertentu, pengelolaan sistem sekolah yang baik atau tidak, dan terutama pada lembaga pendidikan sekolah menengah atas ke bawah, yaitu terdapat tidaknya lembaga pendidikan guru di sekitar daerah di mana sekolah didirikan.

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Ilmu Hadits dengan judul METODE PEMECAHAN PARADOKSI HADITS. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://paper-makalah.blogspot.com/2010/01/metode-pemecahan-paradoksi-hadits.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown -

Belum ada komentar untuk "METODE PEMECAHAN PARADOKSI HADITS"

Post a Comment

TULIS DISINI....